Kisah yang Membuat Anda Bergegas Mendatangi Adzan


sumber gambar: asepsupriatna.com
 
Salah satu hal yang membuat kita bersemangat untuk melakukan amal shalih adalah pengetahuan tentang manfaat yang terkandung di dalamnya. Semangat itu semakin besar saat kita berhasil menumbuhkan rasa cinta hingga dasarnya bukan lagi karena manfaat atau kurang manfaat.

Sebaliknya, saat tidak memiliki pengetahuan tentang manfaat suatu amal, hendak mengerjakan pun rasanya sangat berat. Tidak ada motivasi. Malas. Enggan. Bahkan tak jarang yang menolak dengan satu dan lain alasan.

Mendatangi adzan untuk shalat berjamaah, misalnya, merupakan amalan unggulan. Ianya merupakan kebiasaan oran-orang shalih lintas zaman. Satu langkah mendatanginya dijanjikan sebagai pengampunan dosa sedangkan langkah lainnya merupakan kafarat atas dosa-dosa yang dikerjakan.

Sayangnya, banyak kaum Muslimin akhir zaman yang malas mengerjakan amalan ini. Seperti ada beban berat yang mencegah atau tembok besar nan panjang yang menghalangi langkahnya menuju masjid.

Seorang tabi’in yang mulia bernama Said bin Musayyib pernah menuturkan, “Sudah tiga puluh tahun, setiap kali muadzin mengumandangkan adzan, aku sudah berada di dalam masjid.”

Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullahu Ta’ala dalam al-‘Ilal wa Ma’rifah ar-Rijal dan dikutip oleh Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam mensyarah Risalah al-Mustarsyidin Imam al-Harits al-Muhasibi.

Apa rahasianya? Mengapa Said Musayyib bisa istiqamah mendatangi adzan bahkan sebelum muadzin mengumandangkannya? Apa yang menjadi pendorong hingga beliau istiqamah melakukan amalan ini selama 30 tahun atau 360 bulan atau sekitar 10.000 hari? Alasan apa yang bisa kita kemukakan hingga beliau rutin mendatangi sekitar 50.000 kali adzan sebelum muadzin mengumandangkannya?

Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah menjelaskan hal ini dengan mengatakan, “Ini adalah puncak dari perasaan diawasi oleh Allah Ta’ala. Sebab seorang hamba sahaya harus sudah siap di hadapan tuannya sebelum dipanggil, bukan setelah dipanggil baru dia datang.”

Sebuah perumpaan yang amat terang. Jika kita seorang sahaya, bukankah menjadi kewajiban untuk bergegas saat tuan kita memanggil? Dan jalan yang harus ditempuh agar bisa bergegas adalah dengan bersiap diri. Jangan sampai saat dipanggil, seorang sahaya justru sibuk dalam permainan yang tak bermanfaat secuil pun.

Wallahu a’lam

Sumber : Kisahikmah.com

Komentar