Al-Qur’an tidak diturunkan kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam sekaligus satu kitab. Tetapi secara berangsur-angsur, surat-persurat, ayat-perayat menurut tuntutan peristiwa yang melatarinya. Lantas apa hikmahnya? Hikmah atau tujuannya ialah:
Pertama
Untuk menguatkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. Firman-Nya:
وَقَالَ
الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً
وَاحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَاهُ
تَرْتِيلًا
“Dan orang-orang kafir berkata, ‘Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?’ Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan dan benar).” (QS. Al-Furqaan: 32)
Kata Abu Syamah, ayat itu menerangkan bahwa Allah memang sengaja menurunkan Qur’an secara berangsur-angsur. Tidak sekali turun langsung berbentuk kitab seperti kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul sebelumnya, tidak.
Lantas apa rahasia dan tujuannya? Tujuannya ialah untuk meneguhkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam . Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap menurut peristiwa, kondisi, dan situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih sangat kuat menancap dan sangat terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut, yakni Muhammad.
Dengan begitu turunnya melaikat kepada beliau juga lebih intens (sering), yang tentunya akan membawa dampak psikologis kepada beliau; terbaharui semangatnya dalam mengemban risalah dari sisi Allah.
Beliau tentunya juga sangat bergembira yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Karena itu saat-saat yang paling baik di bulan Ramadhan, ialah seringnya perjumpaan beliau dengan Jibril.
Kedua
Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari Qur’an karena menurut mereka aneh kalau kitab suci diturunkan secara berangsur-angsur.
Dengan begitu Allah menantang mereka untuk membuat satu surat saja yang (tak perlu melebihi) sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.
Ketiga
Supaya mudah dihapal dan dipahami. Memang, dengan turunnya Qur’an secara berangsur-angsur, sangatlah mudah bagi manusia untuk menghafal serta memahami maknanya.
Lebih-lebih bagi orang-orang yang buta huruf seperti orang-orang arab pada saat itu; Qur’an turun secara berangsur-angsur tentu sangat menolong mereka dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya.
Memang, ayat-ayat Qur’an begitu turun oleh para sahabat langsung dihafalkan dengan baik, dipahami maknanya, lantas dipraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya Umar bin Khattab pernah berkata:
“Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat-lima ayat. Karena Jibril biasa turun membawa Qur’an kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lima ayat-lima ayat.” (HR. Baihaqi)
Keempat
Supaya orang-orang mukmin antusias dalam menerima Qur’an dan giat mengamalkannya. Dengan begitu kaum muslimin waktu itu memang senantiasa menginginkan serta merindukan turunnya ayat-ayat Qur’an.
Kelima
Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat dan bertahap dalam menetapkan suatu hukum. Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur; yakni dimulai dari maslaah-masalah yang sangat penting kemudian menyusul masalah-masalah yang penting.
Nah, karena masalah yang sangat pokok dalam Islam adalah masalah Iman, maka pertama kali yang dipriorotaskan oleh Al-Qur’an ialah tentang keimanan kepada Allah, malaikat, iman kepada kitab-kitbnya, para rasulnya, iman kepdaa hari akhir, kebangkitan dari kubur, dan surga neraka.
Hal itu didukung dengan dalil-dalil yang rasional yang tujuan untuk mencabut kepercayaan-kepercayaan jahiliyah yang berpuluh-puluh tahun telah menancap di hati orang-orang musyrik untuk ditanami/diganti dengan benih-benih akidah Islamiyah.
Setelah akidah Islamiya itu tumbuh dan mengakar di hati, baru Allah menurunkan ayat-ayat yang memerintah berakhlak yang baik dan mencegah perbuatan keji dan mungkar untuk membasmi kejahatan serta kerusakan sampai ke akarnya.
Juga ayat-ayat yang menerangkan halal haram pada makanan, minuman, harta benda, kehormatan, darah/pembunuh dan sebagainya. Begitulah Qur’an diturunkan sesuai dengan kejadian-kejadian yang mengiringi perjalanan jihad panjang kaum muslimin dalam memperjuangkan agama Allah di muka bumi.
Dan ayat-ayat itu tak henti-henti memotivasi mereka dalam perjuangan ini. Mari kita simak contoh-contoh di bawah ini:
Surat Al-An’am adalah surat makiyah karena turun di Mekah. Isinya menjelaskan perkara iman, akidah tauhid, bahaya syirik, dan menerangkan apa yang halal dan haram, firman:
قُلْ
تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا
بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا
أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ …
“Katakanlah (Muhammad), Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka …” (QS. al-An’am: 151)
Kemudian, ayat-ayat yang menerangkan hukum-hukum secara rinci, baru menyusul turun di Madinah; seperti tentang utang piutang dan pengharaman riba. Juga tentang zina, itu diharamkan di Mekkah, yaitu ayat:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Tapi, ayat-ayat yang merinci hukuman bagi orang yang melakukan zina turun di Madinah kemudian. Juga tentang undang-undang pengharaman khamer, yang pertama kali turun ialah ayat:
وَمِن ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا وَرِزْقًا حَسَنًا …
“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik …” (QS. An-Nahl: 67)
Kemudian yang turun berikutnya ialah ayat:
يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ
لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا …
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya’…” (QS. Al-Baqarah: 219)
Di dalam ayat itu dikatakan bahwa khamer itu mengandung manfaat yang temporal sifatnya, dan bahayanya lebih besar bagi tubuh, bisa merusak akal, pemborosan harta benda, dan bisa menimbulkan berbagai macam masalah kejahatan serta kemaksiatan di masyarakat. Setelah itu turun ayat yang melarang mabuk ketika shalat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ …
“Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan …” (QS. An-Nisaa’: 43)
Setelah mereka tahu dan menyadari bahwa mabuk saat shalat diharamkan, kemudian turun ayat yang lebih tegas lagi:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (Qs. Al Maidah: 90)
Untuk lebih menjelaskan lagi bahwa turunnya Qur’an secara berangsur-angsur, ialah apa yang dikatakan Bunda Aisyah berikut:
“Sesungguhnya yang pertama kali turun ialah surat dari surat-surat mufashal yang di dalamnya disebutkan perihal surga dan neraka, sehingga jika manusia telah kembali/masuk Islam, maka turunlah surat yang menyebutkan tentang halal haram. Nah, sekiranya yang mula-mula turun ialah ayat yang berbunyai: janganlah kamu minum khamer, pasti mereka berkata: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan minum khamer selama-lamanya. Dan seandainya yang turun itu ayat yang berbunyi: jangan berzina, niscaya mereka menjawab: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan berzina selama-lamanya.” (HR.Bukhari)
(“Pemahaman Al Qur’an”, Syaikh
Muhammad Ibnu Jamil Zainu. Penerbit: Gema Risalah Press, Bandung; Cet.
Pertama: September 1997, hal.47-51)
Oleh: Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Sumber: salafiyunpad.wordpress.com & islamidia.com
Komentar
Posting Komentar