Antusiasme kaum muslimin untuk beramal di bulan Ramadhan terlihat cukup menggembirakan. Semangatnya dalam berpuasa, memperbanyak tilawah al-Qur’an, dzikir, infak dan amal-amal ibadah lainnya menjadi bukti kecintaannya kepada Allah. Namun di tengah kegembiraan tersebut, ada semacam fenomena yang cukup menyedihkan, yaitu adanya sebagian kaum muslimin yang rajin melaksanakan puasa tapi meremehkan urusan shalat. Memperhatikan urusan puasa tapi sering meninggalkan kewajiban shalat.
Lantas, bagaimana status hukum puasa yang dilaksanakan, ketika rukun dan syarat puasa telah terpenuhi, mungkinkah puasanya tersebut diterima oleh Allah?
Sangat penting bagi kita memperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah radhiallahu anahu, ia berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَرَكَ صَلاةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat Ashar, maka amalannya telah gugur.” (Bukhari, no. 520)
Arti ‘Gugur amalannya’ adalah batal dan tidak berguna. Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat, Allah tidak menerima amalan darinya. Maka orang yang meninggalkan shalat tidak bermanfaat sedikitpun amalannya. Tidak akan dinaikkan amalannya kepada Allah.
Ibnu Qayim rahimahullah berkata terkait makna hadits ini di Kitab Shalat, hal: 65, “Yang tampak dalam hadits ini, bahwa meninggalkan ada dua macam; Meninggalkan semuanya tidak pernah melakukan sama sekali, maka ini akan menghilangkan semua amalannya. Meninggalkan tertentu pada hari tertentu, maka ini menghilangkan amalan pada hari itu. Maka, gugur yang bersifat umum seimbang dengan meninggalkan secara umum. Dan gugur sebagian seimbang dengan meninggalkan sebagian.”
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Fatawa Shiyam, hal; 87, ditanya tentang hukum puasa orang yang meninggalkan shalat?
Beliau menjawab, “Orang yang meninggalkan shalat, puasanya tidak sah dan tidak diterima. Karena orang yang meniggalkan shalat itu kafir dan keluar dari Islam (murtad). Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama’.” (QS. At-Taubah: 11)
Dan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاةِ
“Antara seseorang dengan syirik dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no: 82)
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Tirmizi; 2621, dishahihkan oleh Al-Albany dalam shahih Tirmizi)
Maka, kalau seseorang berpuasa namun dia tidak shalat, maka puasanya tertolak dan tidak diterima. Tidak bermanfaat baginya di hari kiamat nanti.
Al-Lajnah Ad-daimah, (10/140) pernah ditanya kalau seseorang menjaga puasa dan shalat di bulan Ramadan saja, akan tetapi setelah selesai Ramadan tidak shalat lagi. Apakah dia mendapatkan pahala puasa?
Mereka menjawab, “Shalat adalah salah satu rukun Islam. Ia termasuk rukun yang terpenting setelah dua kalimat syahadat, dan termasuk fardu ain (kewajiban setiap individu). Barangsiapa meninggalkannya karena membangkang atau meninggalkan karena menganggap remeh dan malas, maka dia telah kafir. Sementara orang yang berpuasa di bulan ramadan dan shalat hanya di bulan Ramadan, maka dia telah menipu Allah. Alangkah buruknya suatu kaum yang mengenal Allah hanya di bulan Ramadan saja. Maka puasanya tidak sah dengan meninggalkan shalat di selain Ramadan. Bahkan mereka kafir besar (keluar dari Islam) meskipun tidak menentang akan kewajiban shalat menurut pendapat terkuat diri kalangan para ulama.”
sumber : congkop.com
Komentar
Posting Komentar