Apakah musibah terbesar dalam perjalanan
hidup kita sebagai seorang Muslim yang beriman kepada Allah Ta’ala dan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam?
Adakah musibah yang begitu menguras
kepedihan hingga air mata terasa kering kemudian berganti dengan aliran
darah hingga merusak badan dan pikiran kita?
Apakah kehilangan ayah dan ibu lantaran meninggal dunia?
Apakah kehilangan pasangan lantaran cerai atau meninggal dunia?
Apakah kehilangan anak kesayangan karena masa hidupnya sudah berakhir?
Apakah bangkrutnya usaha yang dirintis dari nol hingga besar dan bermanfaat bagi banyak orang?
Apakah hilangnya aset berupa rumah,
tanah, harta, dan kepemilikan duniawi lainnya lantaran musibah yang
tidak pernah diprediksikan sebelumnya?
Ataukah musibah-musibah lain yang tak kuasa dan mustahil kita detail satu persatu?
Sungguh, musibah terbesar bagi kaum
Muslimin bukan itu. Seorang Muslim sejati tidak pernah sedih dengan
dunia atau pernak perniknya. Orang Muslim tiada pernah galau atau
khawatir dengan hal-hal remeh yang sedikit atau tiada manfaatnya.
***
Dr ‘Umar ‘Abdul Kafi mengutip sebuah
riwayat dalam Al-Wa’dul Haq. Ialah terkait Ummu Aiman yang kerap
menangis setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam wafat. Saat
ditanya, beliau menjawab, “Aku menangis bukan hanya karena ditinggalkan
Nabi, tapi karena terputusnya wahyu dari Allah Ta’ala.”
***
Inilah yang seharusnya menjadi kesedihan
paling besar bagi seorang Muslim. Inilah yang selayaknya menjadikan kita
bersedih atas nama Islam dan iman. Inilah alasan yang dibenarkan jika
kita harus bersedih dan berpedih hati.
Sebab setelah wafatnya Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam, wahyu tidak diturunkan lagi. Setelah itu,
selesailah tugas malaikat Jibril ‘Alaihis salam yang saban waktu turun
ke bumi untuk menyampaikan pesan dari Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad
dan umatnya.
Setelah itu, para sahabat harus
berdiskusi jika ada masalah yang terjadi padahal sebelumnya mereka hanya
perlu mendatangi Nabi untuk menanyakan solusi yang paling jitu atas
seluruh persoalan yang terjadi.
Sayangnya, kita tidak pernah merenungkan
kejadian ini. Sayangnya, kita terlalu sibuk dengan dunia hingga tidak
menganggap kejadian ini sebagai musibah terbesar bagi kita, orang Islam
dan kaum Muslimin.
Wallahu a’lam.
Sumber : Kisahikmah.com
Komentar
Posting Komentar