Tiada yang lebih menerangi bumi ini
selain kelahiran Nabi Muhammad yang mulia. Beliau membawa cahaya yang
sinarnya senantiasa menerangi hingga Hari Kiamat. Dan, tiada hari yang
terasa lebih gelap bagi bumi dan orang-orang beriman selain wafatnya
Nabi yang dipuja puji oleh malaikat dan semesta raya ini. Dan terus
seperti itu, kepergian orang-orang shalih yang terpilih selalu
meninggalkan sedih yang sukar dicari penawarnya.
Berikut ini kami kutipkan beberapa
riwayat yang menggambarkan betapa pedih dan pilunya kota Madinah dan
konsdisi para sahabat saat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dicabut nyawanya sebagaimana diriwayatkan oleh Syeikh Mahmud al-Mishri
dalam Shirah Shahabiyah.
“Pada hari Rasulullah memasuki kota
Madinah,” tutur Anas bin Malik, “semuanya bercahaya.” Dan, ketika
Rasulullah wafat, “semuanya menjadi gelap gulita.” Peristiwa itu pun
turut berpengaruh kepada kondisi kejiwaan para sahabat yang mulia.
Pungkas Anas bin Malik, “Hati kami pun tidak sebersih dan sejernih pada
saat Nabi masih hidup.”
Lebih memilukan, Ibnu Rajab al-Hanbali
mengisahkan banyak keadaan sedih yang dialami para sahabat hingga
berpengaruh ke dalam kondisi fisik mereka. Katanya, “Saat Nabi wafat,
kaum Muslimin pun amat terpukul.” Saking tekejutnya, “Ada di antara
mereka yang terkena gangguan syaraf, lumpuh hingga tak kuasa berdiri,
mendadak tidak bisa berbicara, dan ada yang mengingkari kematian
beliau.” Mereka yang mengingkari karena saking cintanya itu berkata,
“Rasulullah tidak wafat. Beliau diangkat untuk bertemu dengan Allah
Ta’ala.”
Kesedihan Ibu Asuh dan Syair Pilunya
Wanita mulia yang merawat Nabi sejak
kecil ini hanya berdiri kaku. Tak kuasa bergerak. Sedih. Pilu.
Terbayanglah masa yang panjang sejak Nabi lahir, menjadi anak-anak,
beranjak remaja dan dewasa, hingga diangkat menjadi Nabi, dan kini telah
pergi untuk selamanya. “Sungguh,” tulis Syeikh Mahmud al-Mishri
mengisahkan kesedihan Ummu Aiman, “hari itu merupakan detik-detik yang
mengiris hati. Bukan air mata yang keluar dari tangisan, melainkan
tetesan darah.”
Ibu dari Usamah bin Zaid ini pun melantunkan syair pilunya.
Duhai mata, bermurah hatilah
cucurkan air mata lara
menangislah… dan terus menangislah
bencana di atas segala bencana
ketika mendengar kematian Rasulullah
cucurkan air mata lara
menangislah… dan terus menangislah
bencana di atas segala bencana
ketika mendengar kematian Rasulullah
Duhai mata, menangislah
meskipun perpisahan ini hanya di dunia
menangislah… dan terus menangislah
detik ini, awal wahyu tiada
meskipun perpisahan ini hanya di dunia
menangislah… dan terus menangislah
detik ini, awal wahyu tiada
Alirkan sungai air mata
mengenang Rasul tercinta
penerang dunia
rahmat bagi alam semesta
Nabi setelah para Nabi mulia
Nabi penutup sampai akhir masa.
mengenang Rasul tercinta
penerang dunia
rahmat bagi alam semesta
Nabi setelah para Nabi mulia
Nabi penutup sampai akhir masa.
Sumber : Kisahikmah.com
Komentar
Posting Komentar