Berbicara merupakan aspek penting dalam proses interaksi antar
individu. Dalam sehari, manusia bisa mengeluarkan kata-kata sekitar
tujuh sampai 20 ribu kata untuk berbicara. Berbicara bisa dilakukan
dalam berbagai kondisi.
Misalnya saat berada ditempat kerja, berkumpul bersama keluarga serta masih banyak lagi kegiatan yang mengharuskan interaksi. Dengan berbicara suasana akan menjadi lebih akrab sehingga jalinan silaturahmi menjadi lebih erat.
Namun ternyata ada waktu-waktu yang dilarang berbicara dalam Islam. Hal ini menjadi aspek ibadah dan bentuk ketaatan kepada Allah. Kapan saja kita dilarang berbicara dan diharuskan diam? Berikut ringkasannya.
1. Saat Mendengar Suara Adzan
Adzan merupakan seruan Allah sebagai panggilan untuk menunaikan perintah salat. Salat adalah ibadah wajib umat Islam sehingga adzan merupakan panggilan yang begitu diangungkan dalam Islam.
Salah satu adab yang harus dilakukan seoarang hamba ketika mendengar
suara adzan adalah berhenti melakukan aktivitas termasuk berbicara.
Bahkan dalam sebuah hadist dijelaskan bahwa Allah akan membuat kelu
lidah manusia yang sakaratul maut jika Ia menyepelekan adzan.
“Hendaklah kamu mendiamkan diri ketika azan, jika tidak Allah akan kelukan lidahnya ketika maut menghampirinya.”
Kata-kata yang boleh kita keluarkan hanyalah menjawab seruan muadzin bentuk penghormatan kita kepada adzan tersebut. Abu Sa’id Al-Khudri pun mengabarkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
“Barangsiapa yang mendengar suara adzan kemudian dia berucap: Asyhadu alla ilaaha illahu wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu, radlitu billahi rabba wabi muhammadin rasulan wabil islami diinan (Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, aku ridha Allah sebagai Rabb, dan Muhammad sebagai Rasul dan aku ridha Islam sebagai agama), maka Allah akan mengampuni dosanya,” (HR. Muslim (579) dari Sahl bin Sa’ad)
Menurut Imam Syafi’i, Imam Malik bin Anas, Ishaq bin Rahuyah, dan lainnya, berbicara saat adzan hukumnya makruh. Akan tetapi jika kondisinya mendesak maka diperbolehkan berbicara seperlunya dan tidak boleh memperpanjang pembicaraan.
Jika berbicara saja sudah makruh, bagaimana dengan kegiatan lain seperti bercanda, atau bahkan sampai tertawa terbahak-bahak seakan menghiraukan seruan yang agung ini.
2. Saat Khatib Berkutbah Jumat
Waktu yang terlarang untuk berbicara lainnya adalah saat laki-laki bersembahyang jumat dan mendengat Khatib sedang menyampaikan khutbah.
Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i serta kebanyakan berpendapat bahwa ketika khatib berkhutbah maka makmum wajibnya diam. Bahkan menyuruh orang lain diam pun saat itu merupakan hal yang dilarang karena dianggap sia-sia.
Jika berbicara dengan tujuan baik saja dianggap sia-sia, apalagi dengan kegiatan mengobrol yang banyak dilakukan kebanyakan makmum salat jumat ketika khatib berkhutbah.
Memperingatkan orang lain yang sedang berbicara cukup dengan isyarat
tanpa harus mengeluarkan kata-kata. Termasuk juga dengan kegiatan
memberi salam atau menjawab salam orang lain, menjawab orang yang bersin
dan tindakan berbicara lainnya.
“Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat khutbah) ia betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at saat ini dan Jum’at sebelumnya ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa yang bermain-main dengan tongkat, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi tercela)” (HR. Muslim no. 857)
“Barangsiapa yang berbicara pada saat imam khutbah Jum’at, maka ia seperti keledai yang memikul lembaran-lembaran (artinya: ibadahnya sia-sia, tidak ada manfaat, pen). Siapa yang diperintahkan untuk diam (lalu tidak diam), maka tidak ada Jum’at baginya (artinya: ibadah Jum’atnya tidak sempurna, pen).” (HR. Ahmad 1: 230. Hadits ini dho’if kata Syaikh Al Albani)
“Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jum’at, ‘Diamlah, khotib sedang berkhutbah!’ Sungguh engkau telah berkata sia-sia.” (HR. Bukhari no. 934 dan Muslim no. 851).
3. Ketika Buang Air
Selain dua kondisi di atas, ada lagi kondisi dimana kita tidak boleh berbicara, yakni saat buang air. Dalam kondisi ini orang juga tidak boleh menjawab salam dan adzan, kecuali apa yang mengandung suatu keharusan untuk dilakukan, seperti misalnya menunjukan orang buta (dengan menegurnya) yang dikhawatirkan akan terpleset ke dalam parit.
Misalnya ketika buang air lalu bersin, maka orang tersebut hendaklah ia mengucapkan pujian kepada Allah di dalam hati tanpa harus diucapkan. Hal ini didasarkan pada hadits dari Ibnu Umar,
“Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Janganlah dua orang pergi untuk buangn air besar dengan aurat terbuka sembari berbincang-bincang. Sesungguhnya Allah memurkai orang yang berbuat demikian itu.” (HR. Ahmad)
“Ada seseorang yang melewati Nabi yang pada saat itu beliau sedang buang air kecil, lalu orang tersebut mengucapkan salam kepada beliau tetapi beliau tidak menjawabnya.” (HR. Jamaah)
Kedua hadist di atas melarang orang untuk berbicara ketika buang air. Namun para ulama mengalihkan dari hukum yang dianggap haram menjadi hanya sampai pada derajat makruh saja. Semoga kita senantiasa menjaga ucapan dan tahu waktu yang tepat untuk berbicara.
Misalnya saat berada ditempat kerja, berkumpul bersama keluarga serta masih banyak lagi kegiatan yang mengharuskan interaksi. Dengan berbicara suasana akan menjadi lebih akrab sehingga jalinan silaturahmi menjadi lebih erat.
Namun ternyata ada waktu-waktu yang dilarang berbicara dalam Islam. Hal ini menjadi aspek ibadah dan bentuk ketaatan kepada Allah. Kapan saja kita dilarang berbicara dan diharuskan diam? Berikut ringkasannya.
1. Saat Mendengar Suara Adzan
Adzan merupakan seruan Allah sebagai panggilan untuk menunaikan perintah salat. Salat adalah ibadah wajib umat Islam sehingga adzan merupakan panggilan yang begitu diangungkan dalam Islam.
“Hendaklah kamu mendiamkan diri ketika azan, jika tidak Allah akan kelukan lidahnya ketika maut menghampirinya.”
Kata-kata yang boleh kita keluarkan hanyalah menjawab seruan muadzin bentuk penghormatan kita kepada adzan tersebut. Abu Sa’id Al-Khudri pun mengabarkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
“Barangsiapa yang mendengar suara adzan kemudian dia berucap: Asyhadu alla ilaaha illahu wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu, radlitu billahi rabba wabi muhammadin rasulan wabil islami diinan (Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, aku ridha Allah sebagai Rabb, dan Muhammad sebagai Rasul dan aku ridha Islam sebagai agama), maka Allah akan mengampuni dosanya,” (HR. Muslim (579) dari Sahl bin Sa’ad)
Menurut Imam Syafi’i, Imam Malik bin Anas, Ishaq bin Rahuyah, dan lainnya, berbicara saat adzan hukumnya makruh. Akan tetapi jika kondisinya mendesak maka diperbolehkan berbicara seperlunya dan tidak boleh memperpanjang pembicaraan.
Jika berbicara saja sudah makruh, bagaimana dengan kegiatan lain seperti bercanda, atau bahkan sampai tertawa terbahak-bahak seakan menghiraukan seruan yang agung ini.
2. Saat Khatib Berkutbah Jumat
Waktu yang terlarang untuk berbicara lainnya adalah saat laki-laki bersembahyang jumat dan mendengat Khatib sedang menyampaikan khutbah.
Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i serta kebanyakan berpendapat bahwa ketika khatib berkhutbah maka makmum wajibnya diam. Bahkan menyuruh orang lain diam pun saat itu merupakan hal yang dilarang karena dianggap sia-sia.
Jika berbicara dengan tujuan baik saja dianggap sia-sia, apalagi dengan kegiatan mengobrol yang banyak dilakukan kebanyakan makmum salat jumat ketika khatib berkhutbah.
“Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat khutbah) ia betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at saat ini dan Jum’at sebelumnya ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa yang bermain-main dengan tongkat, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi tercela)” (HR. Muslim no. 857)
“Barangsiapa yang berbicara pada saat imam khutbah Jum’at, maka ia seperti keledai yang memikul lembaran-lembaran (artinya: ibadahnya sia-sia, tidak ada manfaat, pen). Siapa yang diperintahkan untuk diam (lalu tidak diam), maka tidak ada Jum’at baginya (artinya: ibadah Jum’atnya tidak sempurna, pen).” (HR. Ahmad 1: 230. Hadits ini dho’if kata Syaikh Al Albani)
“Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jum’at, ‘Diamlah, khotib sedang berkhutbah!’ Sungguh engkau telah berkata sia-sia.” (HR. Bukhari no. 934 dan Muslim no. 851).
3. Ketika Buang Air
Selain dua kondisi di atas, ada lagi kondisi dimana kita tidak boleh berbicara, yakni saat buang air. Dalam kondisi ini orang juga tidak boleh menjawab salam dan adzan, kecuali apa yang mengandung suatu keharusan untuk dilakukan, seperti misalnya menunjukan orang buta (dengan menegurnya) yang dikhawatirkan akan terpleset ke dalam parit.
Misalnya ketika buang air lalu bersin, maka orang tersebut hendaklah ia mengucapkan pujian kepada Allah di dalam hati tanpa harus diucapkan. Hal ini didasarkan pada hadits dari Ibnu Umar,
“Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Janganlah dua orang pergi untuk buangn air besar dengan aurat terbuka sembari berbincang-bincang. Sesungguhnya Allah memurkai orang yang berbuat demikian itu.” (HR. Ahmad)
“Ada seseorang yang melewati Nabi yang pada saat itu beliau sedang buang air kecil, lalu orang tersebut mengucapkan salam kepada beliau tetapi beliau tidak menjawabnya.” (HR. Jamaah)
Kedua hadist di atas melarang orang untuk berbicara ketika buang air. Namun para ulama mengalihkan dari hukum yang dianggap haram menjadi hanya sampai pada derajat makruh saja. Semoga kita senantiasa menjaga ucapan dan tahu waktu yang tepat untuk berbicara.
Sumber: islamidia.com
Komentar
Posting Komentar