Sayyidina ‘Umar bin Khathtab Radhiyallahu
‘anhu merupakan salah satu pemimpin terbaik yang dimiliki kaum
Muslimin. Beliaulah sahabat, mertua, sekaligus orang yang paling depan
dalam membela Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Laki-laki ini
menduduki peringkat ketiga dalam jajaran manusia terbaik di zaman itu,
setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dan Abu Bakar ash-Shiddiq
Radhiyallahu ‘anhu.
Sayyidina ‘Umar bin Khaththab memiliki
banyak teladan dalam kepemimpinan. Beliau tidak segan menggendong karung
berisi gandum atau bahan makanan lain untuk diberikan kepada rakyatnya
yang kekurangan. Bukan hanya mengantarkan, Sayyidina ‘Umar bin Khaththab
juga memasaknya sampai matang hingga dinikmati oleh rakyatnya.
Beliau juga sering melakukan jaulah untuk
melihat rakyatnya secara langsung. Meski malam gulita. Meski seorang
diri. Tanpa pengawalan. Padahal, beliau adalah pemimpin dunia Islam kala
itu.
Sayyidina ‘Umar terkenal pula dengan
kepedulian dan tanggung jawabnya. Misalnya, ayah Ummul Mukminin Hafshah
ini pernah bertutur, “Jika ada keladai yang terperosok karena jalan yang
rusak di Baghdad, maka ‘Umarlah yang pertama kali akan dimintai
pertanggungjawaban.”
Padahal, Khalifah ‘Umar menetap di Madinah. Ada jarak yang terbentang antara Madinah dengan Baghdad.
Sedangkan kini, pemimpin negeri ini ada
di Jakarta, dan silakan lihat jalan atau perumahan kumuh di radius lima
kilometer dari pusat pemerintahan.
Suatu ketika, Sayyidina ‘Umar ingin
mengangkat seorang pemimpin di sebuah wilayah. Ia meminta pertimbangan
kepada orang-orang yang terpercaya.
Setelah mendengar dengan cermat, ‘Umar
membatalkan pengangkatan itu. Katanya, “Aku tidak akan pernah mengangkat
orang itu untuk selama-lamanya.”
Padahal, sebabnya terkesan remeh bagi sebagian kita.
Sayyidina ‘Umar bin Khaththab
menggagalkan pilihannya karena laki-laki itu tidak pernah mencium
anaknya. Kata ‘Umar, “Mana mungkin dia akan menyayangi rakyatnya, jika
terhadap anak yang merupakan darah dagingnya saja ia tidak pernah
mengungkapkan rasa sayangnya.”
Kawan, kisah ini hendaknya kita jadikan
renungan. Padahal, laki-laki ini ‘hanya’ tidak pernah mencium anaknya.
‘Umar membatalkan pengangkatan. Lalu, bagaimana dengan sebagian kita
yang masih memberikan pembelaan terhadap pemimpin yang kata-katanya
kotor dan menjijikkan?
Wallahu a’lam.
Sumber : Kisahikmah.com
Komentar
Posting Komentar