Salah satu pemahaman yang massif di
kalangan umat Islam akhir zaman ini adalah tentang doa secara
terperinci, terang-terangan, dan tertarget. Sampai-sampai disebutkan
dengan jelas warna mobil, harganya, waktunya, dan sebagainya.
Menjadi kontroversi sebab ternyata
doa-doa jenis ini tidak bersesuaian dengan doa-doa yang diajarkan oleh
Allah Ta’ala kepada para Nabi-Nya sebagaimana termaktub di dalam
Al-Qur’an.
Nabi Adam ‘Alaihis salam yang terpisah
dari istrinya setelah diturunkan ke bumi hanya diajarkan kalimat
penyesalan diri, permintaan, dan pengakuan kelemahan.
“Ya Tuhan kami, kami telah menzhalimi
diri kami sendiri. Dan jika Engkau tak mengampuni kami, sungguh kami
termasuk orang yang merugi.”
Doa yang termaktub dalam Surat Al-A’raf [7] ayat 23 tersebut hanya berupa kalimat pengakuan kekeliruan.
Bukankah jika berdoa secara terperinci
dan detail maka redaksinya, “Ya Allah, ampuni kami. Dosa kami banyak.
Pertemukan hamba dengan istri hamba. Di tempat ini. Sepekan lagi. Hamba
sudah kangen.”
Senada dengan Nabi Adam ‘Alaihis salam,
Nabi Yunus ‘Alaihis salam pun mengalami ujian yang berat. Beliau berada
di dalam tiga kegelapan sekaligus; perut ikan, dasar lautan, dan malam
pekat.
Bagaimana Allah Ta’ala mengajarkan doa kepada Nabi yang marah hingga meninggalkan medan dakwah sebelum mendapatkan perintah ini?
“Tiada Tuhan yang hak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sungguh aku termasuk orang yang zhalim.”
Doa Nabi Yunus ‘Alaihis salam yang
terkabulkan ini terdapat di dalam Surat Al-Anbiya’ [21] ayat 87 hanya
menyebutkan tiga muatan; tauhid, tasbih, dan pengakuan penyesalan atas
kesalahan yang diperbuat.
Jika memang berdoa dengan terperinci,
terang-terangan, dan detail dianjurkan, bukankah redaksinya, “Ya Allah,
hamba lelah. Gelap dan bau di perut ikan. Tolong keluarkan segera. Tapi
jangan di laut. Keluarkan di darat. Jangan juga dijatuhkan, sakit. Tapi
seperti diantarkan, lalu ada makanan dan orang yang bisa menolongku di
sana.”
Masih banyak doa-doa para Nabi ‘Alaihimus
salam yang terdapat di Al-Qur’an, dan di dalamnya tidak terperinci
sebagaimana pemahaman sebagian oknum yang akhir-akhir ini semakin
massif.
Memang, kita harus meminta kepada Allah
Ta’ala sebagai wujud kebutuhan hamba kepada Penciptanya. Bahkan kita
harus senantiasa menyampaikan permintaan, meski hanya untuk sebutir
garam.
Akan tetapi, jangan sampai pemahaman itu
menjadi keliru dengan mendetail-detail secara berlebihan hingga diri
tergolong memaksa Allah Ta’ala.
Dan ajaibnya, kepada doa para Nabi di
dalam Al-Qur’an tersebut, Allah Ta’ala mengabulkannya dengan memberikan
karunia yang benar-benar tak ternilai dan amat berlimpah.
Sumber : Kisahikmah.com
Komentar
Posting Komentar